Senin, 02 April 2018

PERBEDAAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DAN PENDIDIKAN ISLAM



MAKALAH KAPITA SELEKTA
“PERBEDAAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DAN PENDIDIKAN ISLAM”








Di susun oleh

Rusdan Azwari
NIM. 214 302 0602







Dosen pengampuh
Dr. H. Hery Noer Aly, MA





PROGRAM PASCASARJA
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) BENGKULU
TAHUN 2016



BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Term epistemologi merupakan bagian yang tak terpisah dari pembahasan filsafat. Darinya sumber ilmu, dengan kata lain kemunculan suatu ilmu bermula dari teori pengetahuan atau yang disebut epistemologi. Bila teori pengetahuan dihubungkn dengan pendidikan agama Islam, maka yang menjadi fokus pembicaraan adalah ajaran agama Islam apa saja yang terkait dengan pendidikan? Bila pertanyaan tersebut yang menjadi fokus pembicaraan, maka jawabannya adalah semua aspek yang diajarkan dalam Islam adalah bernilai pendidikan tanpa terkecuali. Semua aspek yang dimaksud terangkum dalam term akidah, ibadah, dan akhlak. Ketiga term ini melingkupi pembahasan yang sangat luas, namun tetap bermuara pada pembahasan mengenai pengenalan kepada Allah SWT., potensi dan fungsi manusia, dan akhlak.
Bagian yang tak terpisahkan dalam masalah-masalah pendidikan adalah guru, anak didik, kurikulum, metode, evaluasi dan tujuan. Salah satu bagian yang patut mendapat perhatian adalah masalah kurikulum. Kurikulum dalam definisi Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional nomor 2 tahun 2003 adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Menurut Muhaimin, dari definisi tersebut ada tiga komponen yang termuat dalam kurikulum, yaitu tujuan, isi, dan bahan pelajaran, serta cara pembelajaran, baik yang berupa strategi pembelajaran maupun evaluasinya.
Dari paparan di atas akan menjadi penting bahwa pendidikan agama Islam memiliki hubungan yang erat dengan pendidikan Islam dan apa yang diinginkan oleh pendidikan secara nasional yang tersirat dalam definisi kurikulum dalam sistem pendidikan nasional. Di sini penulis melalui tulisan ini melihat kembali yang menjadi dasar pemikiran terhadap tujuan pendidikan agama Islam (PAI) dan pendidikan Islam yang ditinjau dari aspek epistemologi dan isi (materi).

B.     Rumusan Masalah
1.      Apa Pengertian Pendidikan Agama Islam dan Pendidikan Islam?
2.      Bagaimana Epistimologi; Kaitannya dengan PAI dan Pendidikan Islam?
3.      Bagaimana Pendidikan Agama Islam dan Pendidikan Islam; Tinjauan Isi/ Materi?

C.    Tujuan
1.      Untuk mengetahui Pengertian Pendidikan Agama Islam dan Pendidikan Islam
2.      Untuk mengetahui Epistimologi; Kaitannya dengan PAI dan Pendidikan Islam
3.      Untuk mengetahui Pendidikan Agama Islam dan Pendidikan Islam; Tinjauan Isi/ Materi



BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Pendidikan Agama Islam dan Pendidikan Islam
Pengajaran pertama dalam Islam adalah pada ketika Jibril datang menemui Nabi Muhammad Saw. yang sedang berada di gua Hira. Dalam pengajarannya Jibril meminta kepada Nabi Saw. untuk membaca dan mengikuti apa yang dibacakan kepadanya. Surat al-Alaq ayat 1 sampai 5 merupakan bukti bahwa kemunculan Islam ditandai dengan pengajaran dan pendidikan sebagai pondasi utama setelah iman, islam dan ihsan. Yaitu terdapat pada makna ayat Alquran:
ù&tø%$# ÉOó$$Î/ y7În/u Ï%©!$# t,n=y{ ÇÊÈ   t,n=y{ z`»|¡SM}$# ô`ÏB @,n=tã ÇËÈ   ù&tø%$# y7š/uur ãPtø.F{$# ÇÌÈ   Ï%©!$# zO¯=tæ ÉOn=s)ø9$$Î/ ÇÍÈ   zO¯=tæ z`»|¡SM}$# $tB óOs9 ÷Ls>÷ètƒ ÇÎÈ  
Artinya: “Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Paling Pemurah. Yang mengajar (manusia) dengan perantaraan kalam. Dia mengajarkankepada manusia yang tidak diketahuinya.” (QS. Al-‘Alaq: 1-5)
Dari ayat Alquran di atas paling tidak mengisyaratkan ada empat pokok bahasan, yaitu pertama, manusia sebagai subyek dalam membaca, memperhatikan, merenung, meneliti dengan asas niat yang baik yang ditandai dengan menyebut nama Tuhan. Kedua, objek yang dibaca, diperhatikan, dan direnungkan, yaitu materi dan proses penciptaan hingga menjadi manusia sempurna. Ketiga, media dalam melakukan aktivitas membaca dan lain-lain. Dan keempat, motivasi dan potensi yang dimiliki oleh manusia, “rasa ingin tahu”.
Pemahaman ayat di atas semakna jika dikaitkan dengan faktor-faktor yang berkaitan dengan proses pendidikan dalam arti mikro, yaitu: pendidik, anak didik, dan alat-alat pendidikan, baik yang bersifat materiil maupun nonmateriil.[1]
Pendidikan merupakan proses terus menerus dalam kehidupan manusia dari masa umur 0 (nol) menuju manusia sempurna (dewasa). Bahkan Muhammad Abd. Alim mengatakan bahwa pendidikan itu dimulai dari ketika memilih perempuan sebagai isteri. Pendapat ini didasari dari hadis Nabi Saw, yaitu “Takhayyaru li nutfikum fa innal „Irqa dassas”. Artinya: “pilihlah olehmu tempat benih kamu, sebab akhlak ayah itu menurun kepada anak”.[2] oleh karena Islam sangat menaruh perhatian terhadap pendidikan, khususnya proses pertumbuhan anak dari awal pemilihan tempat benih sampai membentuk pribadi individu dalam kehidupan. Dan yang turut berperan dalam pembinaan kepribadian dan pendidikan anak adalah orang tua, masyarakat dan sekolah.[3]
Pendidikan sebagai usaha membina dan mengembangkan pribadi manusia; aspek rohaniah, dan jasmaniah, juga harus berlangsung secara bertahap. Sebab tidak ada satupun makhluk iptaan Allah yang secara langsung tercipta engan sempurna tanpa melalui suatu proses.[4]
Kematangan dan kesempurnaan yang diharapkan bertitik tolak pada pengoptimalan kemampuannya dan potensinya. Tujuan yang diharapkan tersebut mencakup dimensi vertikal sebagai hamba Tuhan; dan dimensi horisontal sebagai makhluk individual dan sosial. Hal ini imaknai bahwa tujuan pendidikan dalam mengoptimalan kemampuan atau potensi manusia erdapat keseimbangan dan keserasian hidup alam berbagai dimensi.[5]
Demikian pula yang diharapkan oleh pendidikan agama Islam. Muhaimin berpendapat bahwa pendidikan agama Islam bermakna upaya endidikkan agama Islam atau ajaran Islam dan lai-nilainya agar menjadi pandangan dan sikap hidup seseorang. Dari aktivitas mendidikkan agama Islam itu bertujuan untuk membantu seseorang atau sekelompok anak didik dalam menanamkan dan /atau menumbuhkembangkan ajaran Islam dan nilai-nilainya untuk dijadikan sebagai pandangan hidupnya.[6]
Sementara itu Harun Nasution yang dikutip oleh Syahidin mengartikan tujuan PAI (secara khusus di sekolah umum) adalah untuk membentuk manusia takwa, yaitu manusia yang patuh kepada Allah dalam menjalankan ibadah dengan menekankan pembinaan kepribadian muslim, yakni pembinaan akhlakul karimah, meski mata pelajaran agama tidak diganti mata pelajaran akhlak dan etika.[7]
Dalam term yang serupa (menurut penulis) dengan pendidikan agama Islam adalah Pendidikan Islam. Al-Syaibani mengartikannya sebagai “usaha pendidikan untuk mencapainya, baik pada tingkah laku individu dan pada kehidupan pribadinya atau pada kehidupan masyarakat dan pada kehidupan alam sekitar…..pada proses kependidikan…”.[8] Sedang Al-Nahlawi memberikan pengertian pendidikan Islam adalah “sebagai pengaturan pribadi dan masyarakat sehingga dapat memeluk Islam secara logis dan sesuai secara keseluruhan baik dalam kehidupan individu maupun masyarakat (kolektif)”.[9] Hal yang senada juga disampaikan Muhammad Fadhil al-Jamaly; mendefinisikan pendidikan Islam sebagai upaya mengembangkan, mendorong serta mengajak peserta didik hidup lebih dinamis dengan berdasarkan nilai-nilai yang tinggi dan kehidupan yang mulia. Dengan proses tersebut, diharapkan akan terbentuk pribadi peserta didik yang lebih sempurna, baik yang berkaitan dengan potensi akal, perasaan, maupun perbuatannya.[10]
Ahmad D. Marimba; mengemukakan bahwa pendidikan Islam adalah bimbingan atau pimpinan secara sadar oleh pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani peserta didik menuju terbentuknya kepribadiannya yang utama (insan kamil). Juga Ahmad Tafsir; mendefinisikan pendidikan Islam adalah bimbingan yang diberikan oleh seseorang kepada seseorang agar ia berkembang secara maksimal sesuai dengan ajaran Islam.[11]
Dari definisi pendidikan agama Islam dan beberapa definisi pendidikan Islam di atas, terdapat kemiripan makna yaitu keduanya sama-sama mengandung arti pertama, adanya usaha dan proses penanaman sesuatu (pendidikan) secara kuntinue. Kedua, adanya hubungan timbal balik antara orang pertama (orang dewasa, guru, pendidik) kepada orang kedua, yaitu peserta dan anak didik. dan ketiga adalah akhlakul karimah sebagai tujuan akhir. Namun tidak kalah pentingnya dari aspek epistemologi bahwa pembinaan dan pengoptimalan potensi; penanaman nilai-nilai Islam dalam jiwa, rasa, dan pikir; serta keserasian dan keseimbangan.
Muhaimin memberikan karakteristik PAI yang berbeda dengan yang lain, yaitu:
1.      PAI berusaha menjaga akidah peserta didik agar tetap kokoh dalam situasi dan kondisi apapun.
2.      PAI berusaha menjaga dan memelihara ajaran dan nilai-nilai yang tertuang dan yang terkandung dalam Alquran dan al-sunnah serta otentisitas keduanya sebagai sumber utama ajaran Islam.
3.      PAI menonjolkan kesatuan iman, ilmu, dan amal dalam kehidupan keseharian.
4.      PAI berusaha membentuk dan mengembangkan kesalehan individu dan sekaligus kesalehan sosial.
5.      PAI menjadi landasan moral dan etika dalam pengembangan iptek dan budaya serta aspekaspek kehidupan lainnya.
6.      Substansi PAI mengandung entitas-entitas yang bersifat rasional dan supra rasional.
7.      PAI berusaha menggali, mengembangkan dan mengambil ibrah dari sejarah dan kebudayaan (peradaban) Islam., dan
8.      Dalam beberapa hal, PAI mengandung pemahaman dan penafsiran yang beragam, sehingga memerlukan sikap terbuka dan toleran atau semangat ukhuwah Islamiyah.[12]

B.     Epistimologi; Kaitannya dengan PAI dan Pendidikan Islam
Sejak dikenalnya filsafat dalam kehidupan manusia, maka sesuai dengan asal-usul kata dari “filsafat” itu sendiri, yaitu philos yang berarti “cinta” dan sophos yang berarti “kebenaran”, maka sejak itulah pencarian manusia terhadap kebenaran mulai dilakukan, pengetahuan manusia tentang alampun mulai berkembang, dari pengetahuan animisme dan dinamisme dengan pengembangan berbagai mitos tentang para dewa dengan berbagai kesaktian dan perangainya sehingga selanjutnya manusia mencoba untuk menafsirkan dunia ini terlepas dari belenggu mitos. Manusia tidak lagi menatap kehidupan ini dari balik harum dupa dan asap kemenyan.
Filsafat, cenderung diidentikkan dengan menjawab berbagai pertanyaan tentang pelbagai segi kehidupan manusia. Pertanyaan-pertanyaan ini meliputi dari bagaimana kita memperoleh pengetahuan sampai pertanyaan-pertanyaan mengenai yang benar, yang baik, yang indah, hakikat sesuatu, dan sebagainya.
DW. Hamlyn dalam bukunya , History of Epistemologi yang dikutip oleh Amsal Bakhtiar, epistemologi atau teori pengetahuan adalah cabang filsafat yang berurusan dengan hakikat dan lingkup pengetahuan, pengandaian-pengandaian, dan dasar-dasarnya serta pertanggung jawabannya atas pernyataan mengenai pengetahuan yang dimiliki.[13]
Muthahhari menyebutkan bahwa ada empat sumber epistemologi, yakni: alam (red; indera), rasio, hati dan sejarah.[14] Dalam bahasa yang berbeda Noeng Muhadjir mengatakan bahwa dalam pengenalan terhadap beragam objek bisa diserap lewat indera, akal rasio, akal budi, dan intuisi serta keimanan kita (red; wahyu).[15] Jadi, dari sumber epistemologi tersebut dalam prosesnya akan melahirkan ilmu pengetahuan yang merupakan sebuah keharusan dalam membangun peradaban.
Jika epistimologi dikaitkan dengan pendidikan agama Islam, maka yang menjadi objek pembahasannya adalah seluk beluk pengetahuan agama Islam, hakekat agama Islam, sumber agama Islam, metode dan cara mendidikkan agama Islam, dan evaluasi dan tujuan mendidikkan agama Islam.
Sementara itu menurut Mujamil Qomar, jika epistimologi dikaitkan dengan pendidikan Islam, maka pembahasannya meliputi; pembahasan yang berkaitan dengan seluk beluk pengetahuan pendidikan Islam mulai dari hakekat pendidikan Islam, asal-usul pendidikan Islam, sumber pendidikan Islam, metode membangun pendidikan Islam, unsur pendidikan Islam, sasaran pendidikan Islam, macam-macam pendidikan Islam dan sebagainya.[16]

C.    Pendidikan Agama Islam dan Pendidikan Islam; Tinjauan Isi/ Materi
Isi atau materi tidak terlepas dari konsep kurikulum. Muhaimin melihat makna yang terkandung dalam definisi kurikulum dalam sistem pendidikan nasional adalah terdapat dua pemahaman yang berbeda dalam memandang arti kurikulum, pertama, kurikulum yang menekankan aspek isi, di mana masyarakat dianggap bersifat statis, yang menentukan aspek dalam pembelajaran adalah para pendidik. Kedua, kurikulum yang menekankan pada proses dan pengalaman yang sudah tentu melibatkan anak didik. Sehingga tidak muncul anggapan bahwa tidak ada kurikulum standar, yang ada hanyalah kurikulum minimal yang dalam implementasinya dikembangkan bersama peserta didik.[17]
Menurut Ashan yang dikutip oleh E. Mulyasa, menyatakan: Tiga hal yang perlu diperhatikan dalam pengembangan kurikulum yang berbasis kompetensi, yaitu penetapan kompetensi yang akan dicapai, pengembangan strategi untuk mencapai kompetensi, dan evaluasi. Kompetensi yang ingin dicapai merupakan pernyataan (goal statement) yang hendak diperoleh peserta didik, menggambarkan hasil belajar (learning outcomes) pada aspek pengetahuan, keterampilan, nilai, dan sikap. Strategi mencapai kompetensi adalah upaya untuk membantu peserta didik dalam menguasai kompetensi yang ditetapkan, misalnya: membaca, menulis, mendengarkan, berkreasi, dan mengobservasi, sampai terbentuk suatu kompetensi. Sedangkan evaluasi merupakan kegiatan penilaian terhadap pencapaian kompetensi bagi setiap peserta didik.[18]
Inti dari pembahasan kurikulum diatas adalah mengenai pengetahuan yang didapat, penerapan dari pengetahuan tersebut dan aspek nilai. Semua aspek ini bila ditinjau dari pandangan pendidikan agama Islam saling mendukung dan tidak terdapat kontradiktif di mana kurikulum pendidikan nasional bertujuan menumbuhkan keimanan dan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, menumbuhkan penalaran yang baik (mau belajar, ingin tahu, kreatif dan bertanggung jawab).[19]
Dalam pendidikan agama Islam terdapat tiga materi pokok yaitu akidah, ibadah dan akhlak. Sedang dalam bahasa pendidikan Islam, ketiga term tersebut dijabarkan dengan istilah pengenalan kepada Allah SWT., potensi dan fungsi manusia, dan akhlak. Berikut ini penjelasan ketiga term dalam pendidikan Islam yang semakna dengan pendidikan agama Islam, adalah sebagai berikut:
1.      Pengenalan terhadap Allah SWT.
Allah SWT. sebagai pencipta alam semesta. Sang maha yang tidak bisa diindera secara kasat mata. Akan tetapi, manusia telah dianugerahi “rasa” yang mampu menuntun manusia untuk mencari Sang maha tersebut (rasa iman). Hal ini dapat diamati yang salah satunya adalah masa pertumbuhan anak. Maksudnya, sejak di dalam kandungan, janin telah akrab dengan sumber kehidupan dalam aspek biologisnya, dalam hal ini adalah ibu. Ia sang janin tidak bisa lepas dari dekapan dan belaian ibu. Ini terus berlanjut sampai ia lahir (bayi) bisa mendengar dan melihat. Begitu pula hubungan ia dengan Sang maha tersebut yang dalam istilah agama Islam adalah kecenderungan ‟beragama‟ atau fitrah. Al-Syaibany mengatakan bahwa perasaan keagamaan ini dalah naluri yang dibawa bersama ketika manusia ahir. Dalam waktu yang sama hal ini juga membayangkan kebutuhan insan yang pokok untuk mencapai ketenteraman dan kebahagiaan.22 Nilai-nilai nilah yang dididikan kepada anak didik ebagai materi PAI. Supaya terbina rasa ketakwaan yang kokoh dan selalu terpatri dalam eseharian.
2.      Potensi dan fungsi manusia
Manusia dianugerahi Allah berupa potensi ang diharapkan mampu mengemban misi suci sebagai khalifat Allah di muka bumi dan sekaligus sebagai „abd Allah„, hamba Allah. Oleh karenanya, ia dibekali dengan kemapanan potensi seperti akal, hati, rasa, dan nafsu (sumber daya anusia/SDM).[20]  Sebenarnya keempat potensi ini bila diberdayakan akan tercipta kekuatan yang ‟dahsyat‟ yang mampu mengemban amanah yang dibebankan kepadanya. Alam juga merupakan potensi bagi manusia yang bisa dimanfaatkan bagi kehidupan atau yang disebut dengan sumber daya alam (SDA).
Epistemologi Islam bersumber dari pedoman hidup muslim, berupa kalam ilahi (Alquran) yang selalu memberikan pancaran hidayah Allah bagi siapa saja yang membaca, memahami dan menggalinya. Surat al- Alaq ayat 1-5 merupakan bukti bahwa Alquran merupakan kitab yang menaruh perhatian terhadap pendidikan. Demikian pula dengan lafaz-lafaz dan ungkapan- ungkapan yang digunakan agar manusia berfikir, menggunakan akal untuk mendapatkan pengetahuan yang benar, seperti kata-kata nazara (memperhatikan), tadabbara (merenungkan), tafakkur (memikirkan), faqiha (mengerti), tazakkara (mempelajari) fahima  (memahami), dan aqala (mempergunakan akal).[21]
Juga yang menjadi sumber pengetahuan bagi epistemologi Islam adalah hadis. Hadis diakui memberikan perhatian yang amat besar terhadap pendidikan. Nabi Muhammad Saw. mencanangkan program pendidikan seumur hidup (long life education), seperti uthlub al-ilm min al-mahd ila al- lahd.  Selanjutnya  pada  hadis  yanlain menegaskan kewajiban menuntut ilmu bagi muslim laki-laki dan muslim perempuan, seperti thalab al-„ilm faridhah ala kulli muslim wa mulimah.[22]
Sumber pengetahuan yang lain adalah akal pikiran, perasaan dan kesadaran. Dengan tiga potensi ini manusia diaharapkan bisa mempergunakannya secara optimal untuk menemukan kebenaran hakiki dan mendapat ilmu yang berguna bagi kelangsungan hidupnya. Sebab ilmu berfungsi sebagai: a. mengetahui kebenaran, b. menjelaskan ajaran/akidah Islamiyah, c. menguasai alam, d. meningkatkan kebudayaan dan peradaban Islamiyah.[23]
Secara lebih rinci keistimewaan- keistimewaan yang dianugerahkan Allah kepada manusia antara lain adalah kemampuan berfikir untuk memahami alam semesta (Q.S, Ar Ra‟ad/13:3dan  dirinya  sendiri  (Q.S,  Ar Rum/30:20-21), akal untuk memahami tanda-tanda keagungan-Nya (Q.S. Al- Hajj/22: 46), nafsu yang paling rendah (Q.S, Yusuf/12:53) sampai yang tertinggi kalbu untuk mendapat cahaya tertinggi (Q.SAFajr/89:27-30, dan  ruh  yang  kepadanya Allah Swt mengambil kesaksian manusia (Q.S, Al Araf/7:172-174).[24]
Islam sangat menganjurkan bagi umatnya untuk  mencarilmu  pengetahuanBahkan dalam berbagai hadis dikatakan bahwa proses mencari ilmu pengetahuan merupakan bagian dari melaksanakan ibadah. Jadi akal pikiran, perasaan dan kesadaran sebagai media bagi manusia untuk memperoleh  pengetahuan  yang  benar.  Sehingga iman, ilmu dan amal tampak baik dalam kesalehan individu maupun kesalehan sosial.
3.      Akhlak
Akhlak merupakan bagian penting dalam kehidupan muslim. Sebab misi Nabi dalam dakwahnya adalah memperbaiki akhlak umat manusia, sebagai mana sabdanya: Innama buitstu li utammima makarim al-akhlak, bahwasanya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak.
Misi dakwah Nabi tersebut sesuai dengan tujuan pendidikan Islam, yaitu mempertinggi nilai- nilai akhlak hingga mencapai tingkat akhlak mulia. Faktor kemulian akhlak dalam pendidikan Islam dinilai sebagai faktor kunci dalam menentukan keberhasilan pendidikan, yang menurut pandangan Islam   berfungsi   menyiapka manusia-manusia yang mampu menata kehidupan yang sejahtera di dunia dan kehidupan di akhirat.
Dari makna yang terkandung dalam nilai- nilai akhlak ini, maka anak didik dalam mengembangkan ipteks dan budaya serta aspek- aspek kehidupan lainnya tidak terlepas dari landasan moral dan etika.


BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat ditarik suatu simpulan, yaitu:
1.       Pendidikan   agama   Islam  (PAI)   merupakan bagian dan merupakan bahan jadi dari isi yang sumbernya adalah pendidikan Islam. Sehingga bisa dikatakan bahwa pendidikan Islam adalah format berupa kajian-kajian teori yang diaplikasikan melalui proses mendidikkan agama Islam.
2.       Term PAI tidak bisa dipisahkan dari pendidikan Islam, sehingga perlu kesinambungan dan menyeleraskan antara kajian teori dengan aplikasi.
3.       Epistemologi atau teori pengetahuan dalam hal inpendidikan Islam memiliki  keterkaitan dengan pendidikan agama Islam, akan memunculkan pembinaan dan pengoptimalan potensi;   penanaman   nilai-nila Islam  dalam jiwa, rasa, dan pikir; serta keserasian dan keseimbangan. Sehingga term akidah, ibadah, daakhlak  atadengapenjabarannya dengan   istilah   pengenala terhada Allah SWT., potensi dan fungsi manusia serta kajian akhlak dan diterapkan dalam tataran aplikasi berupa cerdas pengetahuan, cerdas sikap dan nilai, serta cerdas dalam tindakan yang diambil dalam kehidupan sehari-hari (berakhlak mulia).

B.     Kritik dan Saran
Makalah ini penulis menyadari banyak kesalahan dan kekurangan, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca budiman, yang berguna bagi penulis dalam membuat makalah selanjutnya, terima kasih.


DAFTAR PUSTAKA

Arifin, Muzayyin. Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 2003.

Abd. Alim, Muhammad. Al-Tarbiyah wa al-Tanmiyah.. fi al-Islam, Riyadh: KSA, 1992.

Al-Nahlawi, Abdurrahman. Ushul al-Tarbiyah al-Islamiyah wa Asalibiha, Damaskus: Dar al-Fikr, 1979.

Al-Syaibany, Falsafah al-Tarbiyyah al-Islamiyyah, Alih Bahasa: Hasan Langgulung, Falsafah Pendidikan Islam, Jakarta: Bulan Bintang, 1979.

Al-Rasyidin dan H. Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Ciputat Press, 1995.

Bakhtiar, Amsal. Filsafat Ilmu, Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 1994.

E.Mulyasa, Kurikulum Berbasis Kompetensi, onsep, Karakteristik, dan Implementasi, Bandung: PT. emaja Rosdakarya, 2004.

Hamdani  Ihsan  dan  Fuad  Ihsan,  Filsafat Pendidikan Islam, Bandung: Pustaka Setia, 1998.

Qomar, Mujamil. Epistemologi Pendidikan Islam, Dari Metode Rasional Hingga Metode Kritik, Jakarta: Erlangga, 2005.

Muhaimin, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam, Jakarta: Rajawali Press, 2007.

Muhadjir, Noeng. Filsafat Ilmu, Telaah Sistematis Fungsional Komperatif, Yogyakarta, Rake Sarasin, 1998.

Nata,  Abuddin.  Filsafat  Pendidikan  Islam, Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997.

Syahidin, Aplikasi Metode Pendidikan Qurani dalam Pembelajaran Agama di Sekolah, Tasikmalaya: Ponpes Suryalaya Tasikmalaya, 2005.

Suharto, Rudhy. Ilmu dan Epistemologi, dalam Jurnal Al-Huda, Jakarta: Al-Huda, tt..... Lihat Jalaluddin dan Usman Said Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: RajaGrafindo Persada, 1999.

Tafsir, Ahmad. Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 1994.



[1] H. Muzayyin Arifin, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2003), Cet-1, h. 8
[2] Muhammad Abd. Alim, Al-Tarbiyah wa al-Tanmiyah.. fi al-Islam, (Riyadh: KSA, 1992), h. 44-45.
[3] Muhammad Abd. Alim, Al-Tarbiyah, h. 44-45.
[4] H. Muzayyin Arifin, Filsafat Pendidikan, h. 12.
[5] H. Muzayyin Arifin, Filsafat Pendidikan, h. 12 dan 15.
[6] H. Muzayyin Arifin, Filsafat Pendidikan, h. 7-8.
[7] Syahidin, Aplikasi Metode Pendidikan Qurani dalam Pembelajaran Agama di Sekolah, (Tasikmalaya: Ponpes Suryalaya Tasikmalaya, 2005), h. 20
[8] Al-Syaibany, Falsafah al-Tarbiyyah al-Islamiyyah, Alih Bahasa: Hasan Langgulung, Falsafah Pendidikan Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1979), cet-1, h. 399
[9] Abdurrahman al-Nahlawi, Ushul al-Tarbiyah al-Islamiyah wa Asalibiha, (Damaskus: Dar al-Fikr, 1979), h. 20
[10] Al-Rasyidin dan H. Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Ciputat Press, 1995), h. 31- 32
[11] Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 1994), cet-2, h. 32
[12] Muhaimin, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam (Jakarta: Rajawali Press, 2007), h. 123.
[13] Amsal Bakhtiar, Filsafat Ilmu, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 1994), h. 148
[14] Rudhy Suharto, Ilmu dan Epistemologi, dalam Jurnal Al-Huda, (Jakarta: Al-Huda, tt), h. 1. ..... Lihat Jalaluddin dan Usman Said Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 1999), cet-3, h. 31
[15] Noeng Muhadjir, Filsafat Ilmu, Telaah Sistematis Fungsional Komperatif, (Yogyakarta, Rake Sarasin, 1998), Cet.-2, h. 56
[16] Mujamil Qomar, Epistemologi Pendidikan Islam, Dari Metode Rasional Hingga Metode Kritik, (Jakarta: Erlangga, 2005) , h. 249
[17] Mujamil Qomar, Epistemologi Pendidikan, h. 3-4
[18] E. Mulyasa, Kurikulum Berbasis Kompetensi, onsep, Karakteristik, dan Implementasi, (Bandung: PT. emaja Rosdakarya, 2004), Cet. Ke-6, H. 41-42.
[19] E. Mulyasa, Kurikulum Berbasis, h. 21-22.
[20] Al-Syaibany, Falsafah al-Tarbiyyah, h. 121.
[21] Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan, h. 38.
[22] Abuddin  Nata,  Filsafat  Pendidikan  Islam, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997),  h. 12.
[23] Hamdani  Ihsan  dan  Fuad  Ihsan,  Filsafat Pendidikan Islam, (Bandung: Pustaka Setia, 1998), h. 36.
[24] Al-Rasyidin dan H. Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan, h. 17.



0 komentar:

Posting Komentar